Selasa, 26 Juli 2011

Kandang Tertutup: Ayam Nyaman Peternak Nyenyak

Dengan kandang tertutup, peternak layer keuntungannya meningkat 67 %, sementara investasi hanya 7,4 % lebih tinggi

Tak seperti kandang broiler (ayam pedaging) umumnya, kandang di ujung jalanan Selopuro yang masuk wilayah Kecamatan Pitu, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur itu  tertutup rapat dari atas ke bawah oleh terpal. Hebatnya, dari kandang tersebut sama sekali tak tercium bau menyengat khas kandang ayam.
Kandang yang menerapkan sistem tertutup (closed house) itu adalah milik Ispuana, wanita 52 tahun yang sudah 4 kali memanen broiler dari kandang itu. Peternak yang memulai usahanya sejak 2000 itu mengaku lega karena kandang barunya tak menimbulkan bau seperti kandang lamanya yang terbuka (opened house).
Dulu, gara-gara masalah bau dan lalat dari kandangnya yang terbuka itu, peternak plasma dari PT Semesta Mitra Sejahtera tersebut sempat terancam masuk bui. “Warga protes dengan keberadaan kandang (lama) saya yang berada di sekitar pemukiman. Mereka memaksa saya memindahkan kandang dan akan meminta Kapolsek (Kepala Polisi Sektor) setempat turun tangan jika saya ngeyel,” ujar Ispuana pahit.
Tak ada pilihan lain kecuali menyetujui desakan tersebut. Padahal ibu tiga anak ini telah membangun kandang di tanah miliknya itu secara permanen. “Saya bahkan sudah mengecor pondasi kandang,” lanjutnya setengah menyesal. Akhirnya Ispuana menyewa tanah di pinggiran desa dan membangun kandang baru dengan sistem tertutup. “Banyak yang bilang sistem tertutup lebih ramah lingkungan,” katanya.
Kasus penolakan warga atas keberadaan kandang yang dianggap menimbulkan polusi juga dialami Yono, peternak broiler di Selopuro. Bedanya, Yono dan kandangnya belum sampai diusir warga. Sebelum itu terjadi, pria 40 tahun itu telah berinisiatif merombak kandangnya dari sistem terbuka menjadi tertutup pada 2008. Hasilnya, bapak dua anak itu tak lagi dimusuhi tetangganya karena kandangnya kini sama sekali tak berbau. Bahkan penghasilannya jadi bertambah.

 
Saatnya Closed House
Menurut Ahmadi, Manajer Layer Development PT Charoen Pokphand Indonesia wilayah Jawa Timur, penggunaan kandang tertutup sudah menjadi tuntutan. Bukan hanya dalam menghindari masalah sosial yang ditimbulkan oleh bau dan lalat, tapi juga bagi efisiensi usaha. “Performa optimal tercapai jika ayam merasa nyaman. Kenyamanan itu lebih mudah dicapai jika semua variabel yang mempengaruhi produktivitas ayam – termasuk kondisi mikroklimat – betul-betul bisa dikontrol. Satu-satunya jenis kandang yang bisa total mengkontrol mikroklimat adalah closed house,” urainya.
Kandang terbuka sulit menghindari pengaruh fluktuasi suhu dan cuaca di luar kandang. Menurut catatannya, rerata perbedaan suhu maksimum – minimum harian di Jawa Timur bisa mencapai 10o C – 12o C awal 2010 ini. Pada 2009, rentang suhu maksimum-minimum tahunan bahkan 18o C – 37o C. “Secara umum, pada kandang terbuka, meskipun sudah memainkan ketinggian kandang, konstruksi atap, dan kipas tetap saja tak menuntaskan masalah panasnya siang hari dan fluktuasi cuaca yang semakin ekstrem,” ungkapnya.
Di sisi lain, genetik ayam semakin menuntut kestabilan kondisi lingkungan agar potensi genetiknya bisa terekspresi maksimal. Secara teoritis kondisi nyaman bagi ayam ada pada  suhu 20°C  - 27°C dan kelembaban relatif 40% - 60%. Jika suhu melebihi  30°C maka ayam akan menunjukkan gejala stres karena panas dengan tanda nafas terengah hingga 200 kali per menit.
Di Indonesia, kelembaban udara rata-rata 70% - 80%. Kelembaban yang tinggi, dibarengi suhu lingkungan mendekati suhu tubuh ayam menyebabkan ayam sulit membuang panas tubuhnya. Karena selisih tekanan uap air di dalam tubuh dan di luar tubuh hampir seimbang, uap air di dalam tubuh ayam tak mudah keluar dari tubuh. Padahal, uap air merupakan salah satu media pembuang panas yang efektif.
Akibatnya, ayam harus bernafas lebih cepat untuk mengeluarkan uap air dari tubuhnya. Alih-alih nafas yang terengah-engah itu membantu membuang panas tubuh, kompensasi ini justru membuat energi terbuang percuma, sehingga mengganggu pertumbuhan ayam.
Dongkrak Produktivitas Layer
Setiap tahun, kata Ahmadi, Indonesia kehilangan  potensi produksi telur 270 ribu ton karena performa layer (ayam petelur) yang rendah. Angka itu estimasi dari melesetnya produksi riil layer yang hanya tercapai 19 kg/ekor/tahun (60 minggu produktif). Angka ini jauh di bawah target produksi yang tercantum dalam buku manual strain, sebesar 22,1 kg/ekor/tahun atau 351 butir/ekor/tahu (setara hen house 96%). Sistem closed house pada budidaya layer akan mampu memperbaiki produksi telur 2 kg/ekor/tahun.
FCR (Feed Convertion Ratio/rasio konversi pakan) yang idealnya 2,14 dengan total konsumsi pakan 47,3 kg/ekor/tahun, membengkak jadi 2,35 (atau lebih) dengan total konsumsi pakan 44,6 kg/ekor/tahun. Pada kandang tertutup, menurut Ahmadi, FCR mampu di angka 2,2.
Ahmadi menyatakan, dari data di atas  masih ada 14% peluang performa yang bisa diusahakan sebagai potensi keuntungan untuk peternak. Potensi itu bisa diubah menjadi performa produksi dengan cara memperbaiki sistem pemeliharaan. “Logika sederhananya, jika ayam dipenuhi kebutuhannya di tempat nyaman, maka ia bisa digenjot untuk berproduksi optimal mendekati potensi genetiknya,”tandasnya. Tak ada cara lain untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan kemudahan manajemen kesehatan kecuali dengan closed house.
Selain produktivitas ayam, efisiensi luas kandang meningkat. Ahmadi menyebut, pen baterai berukuran 1,2 m2 pada kandang terbuka hanya mampu diisi 6 – 8 ekor layer dengan fasilitas 6 titik nipple drinker. Sementara di kandang tertutup, baterai ini bisa diisi 12 ekor layer, namun cukup diberi 4 titik nipple saja.
Bikin Broiler Cepat Panen
Keuntungan utama lain adalah bisa panen lebih cepat. Yono mencontohkan, pada umur 30 hari, broiler di kandang terbuka mencapai ukuran 1,3 – 1,4 kg. Pada umur yang sama, broiler di kandang tertutup bisa mencapai bobot 1,7 – 1,8 kg. Karena itu Yono kini bisa melakukan panen lebih cepat, yaitu pada umur 28 hari ketika ayam mencapai bobot 1,5 – 1,6 kg. Pertumbuhan yang baik di kandang tertutup ini menurut Kepala Unit Solo PT Primatama Karya Persada—produsen broiler, Widi Asmoro Sakti karena ayam terkondisikan sesuai nalurinya sehingga bisa tumbuh optimal.
Tingkat kematian juga jauh berkurang. Menurut Yono bisa jauh di bawah 3%. Sedangkan jika kandang terbuka, kematian masih berkisar 5%. Widi menambahkan keuntungan lain. “Posisi kandang open harus sejajar dengan sinar matahari sehingga membujur timur-barat. Kalau closed house tak harus seperti itu, bisa utara-selatan,” ujarnya.
Bertambahnya pendapatan dengan sistem tertutup, menurut Yono bukan karena adanya peningkatan margin (selisih) dari setiap ayam, tapi karena ada peningkatan populasi pada luasan lahan yang sama. “Margin masih sama, sekitar Rp 3.000 per ayam. Tapi keuntungan itu kini dikalikan dengan jumlah ayam yang jauh lebih besar,” ujarnya.


Selengkapnya baca di majalah TROBOS Edisi Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

New comments