Siang itu sinar mentari begitu terik menyengat. Seakan tak mau ketinggalan peran memanaskan udara, hembusan angin turut menghilang, yang sebenarnya bisa sedikit menyejukkan udara sekitar. Dedaunan dan ranting pohon sekitar bergeming, tak bergerak sedikitpun, petunjuk bahwa si bayu (angin) absen dari tempat itu. ?Tampaknya hari ini kurang begitu bersahabat,? guman Yanto mendongak membaca gejala alam. Yanto yang peternak itu segera menyambangi kandangnya yang berlokasi di areal tanah relatif rendah ketimbang dataran sekitarnya. Letaknya yang tidak ideal itu menjadikan kandangnya kerap mengalami yang oleh sebagian pelaku perunggasan diistilahkan dengan ?angin mati?.
Lain lagi yang dialami Suparno, peternak broiler asal Sragen. Ia memilih lokasi kandang di areal persawahan yang dinilainya akan memberikan sirkulasi udara baik. Tapi fakta bicara lain, seiring bertambah umur dan bobot ayam, semakin banyak pula ayamnya berjatuhan. Mendekati panen, tingkat kematian makin menjadi-jadi. Kandang yang merupakan pengembangan usaha dari beberapa kandang sebelumnya ini dihitungnya belum pernah memberikan keuntungan. ?Kandang baru ini hitungannya rugi terus,? Suparno menggerutu.
Kesalahan telah dilakukan Suparno saat membangun kandang. Dengan tujuan memaksimalkan luas lahan agar bisa produksi tinggi, ia membangun kandang dengan lebar melebihi kisaran ideal. ?Belakangan baru tahu setelah berdiskusi dengan tenaga lapangan sebuah perusahaan pakan unggas,? kata Suparno sambil tersenyum. Alhasil, sirkulasi udara tidak berjalan baik, ?angin mati? pun ditunjuk jadi biang besarnya kerugian.
Lain lagi yang dialami Suparno, peternak broiler asal Sragen. Ia memilih lokasi kandang di areal persawahan yang dinilainya akan memberikan sirkulasi udara baik. Tapi fakta bicara lain, seiring bertambah umur dan bobot ayam, semakin banyak pula ayamnya berjatuhan. Mendekati panen, tingkat kematian makin menjadi-jadi. Kandang yang merupakan pengembangan usaha dari beberapa kandang sebelumnya ini dihitungnya belum pernah memberikan keuntungan. ?Kandang baru ini hitungannya rugi terus,? Suparno menggerutu.
Kesalahan telah dilakukan Suparno saat membangun kandang. Dengan tujuan memaksimalkan luas lahan agar bisa produksi tinggi, ia membangun kandang dengan lebar melebihi kisaran ideal. ?Belakangan baru tahu setelah berdiskusi dengan tenaga lapangan sebuah perusahaan pakan unggas,? kata Suparno sambil tersenyum. Alhasil, sirkulasi udara tidak berjalan baik, ?angin mati? pun ditunjuk jadi biang besarnya kerugian.
Lokasi, Lokasi dan LokasiLetak geografi, salah satu yang mutlak menjadi perhatian karena bakal menentukan usaha peternakan ayam untung atau buntung. Menurut Narno Widodo dari PT Primatama Karya Persada (PKP), idealnya peternakan berlokasi di ketinggian 600 di atas permukaan laut (dpl). Lokasi yang disebutnya itu paling cocok untuk pertumbuhan ayam, karena memberikan rasa nyaman. Namun untuk mencari lokasi demikian menurut Narno tidaklah mudah. ?Kalaupun dapat, lokasi ideal tersebut tidak banyak. Pengalaman saya dari 50 lokasi yang kita cari hanya 1 lokasi yang sesuai dengan kondisi ideal,? ujar Narno saat disambangi TROBOS di kantornya. Ia pun sudah membuktikan, secara nyata performa ayam jauh lebih baik ketika lokasi peternakan berada di ketinggan 600 dpl.
Selain ketinggian, lanjut Narno, yang perlu diperhatikan saat memilih lokasi, hendaknya kandang didirikan pada daerah yang rata. Artinya tidak didirikan di lembah. Karena pada lokasi di lembah cenderung banyak kejadian angin mati. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari kerugian investasi kandang yang disebabkan karena adanya fenomena angin mati. ?Jadi sekali lagi lokasi, lokasi dan lokasi,? tandas Narno. Ia juga mewanti, jangan terlalu memaksakan lahan yang tidak cocok untuk usaha budidaya unggas, baik broiler maupun layer.
Tapi komentar berbeda dilontarkan Bambang Krista, seorang praktisi perunggasan mandiri. Ia yang dulunya pernah bertahun-tahun bekerja di perusahaan pembibitan ternama, kini banyak diminta beberapa pihak peternak atau bahkan perusahaan untuk menyiasati kandang yang sering mengalami angin mati.
?Kalau tanahnya cuma itu, atau kandang sudah berdiri sementara peternak tidak punya pilihan, maka yang dilakukan adalah menyiasati,? ujar Bambang. Tiga alternatif dikemukakan Bambang dengan memperhatikan dana yang dimiliki peternak. Yang paling ideal tentu saja mengubah kandang menjadi closed house. Dengan sistem ini semua parameter ideal dapat dikontrol sesuai kebutuhan kenyamanan ayam, mulai dari temperatur, kelembaban, sampai kadar amonia. Tapi, sambung Bambang, investasi untuk itu tidak sedikit. Dan langkah ini kebanyakan hanya mampu ditempuh oleh pelaku dengan modal atau akses permodalan berlimpah. Faktanya, sebagian besar peternak bukanlah pengusaha besar yang mampu untuk putar haluan menganut closed house.
Alternatif kedua adalah memodifikasi kandang terbuka menjadi semi closed house. Maksudnya, urai Bambang, tanpa mengubah kandang yang ada tetapi peternak menerapkan prinsip-prinsip dalam closed house. ?Tidak sepenuhnya closed house, paling tidak mendekati prinsip kerjanya. Dengan begitu investasi yang kita butuhkan tidak sebesar membangun kandang closed house,? saran Bambang. Prinsipnya, menciptakan aliran angin atau sirkulasi udara yang terus menerus di dalam kandang.
Dengan siasat ini, dari pengalamannya membenahi banyak kandang milik koleganya, peternak dapat meningkatkan kepadatan populasi sampai dua kali lipat dari sebelumnya. ?Awalnya kandang kapasitas 9 ribu ekor, sekarang menjadi 16 ribu ekor. Dengan biaya jauh lebih kecil ketimbang membangun satu kandang lagi,? Bambang menyebut salah satu dari puluhan kandang hasil karyanya. Bahkan satu kandang DOC dirombaknya dari kapasitas 5 ribu ekor kini mampu memuat 22 ribu ekor.
Pilihan ketiga, adalah mempertimbangkan dana peternak yang betul-betul pas-pasan. Penggunaan fan (kipas angin) menjadi alternatif mengalirkan angin yang terjebak di tengah kandang. Aplikasinya membutuhkan pengaturan baik dari aspek jumlah, ukuran maupun letak.
Selain ketinggian, lanjut Narno, yang perlu diperhatikan saat memilih lokasi, hendaknya kandang didirikan pada daerah yang rata. Artinya tidak didirikan di lembah. Karena pada lokasi di lembah cenderung banyak kejadian angin mati. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari kerugian investasi kandang yang disebabkan karena adanya fenomena angin mati. ?Jadi sekali lagi lokasi, lokasi dan lokasi,? tandas Narno. Ia juga mewanti, jangan terlalu memaksakan lahan yang tidak cocok untuk usaha budidaya unggas, baik broiler maupun layer.
Tapi komentar berbeda dilontarkan Bambang Krista, seorang praktisi perunggasan mandiri. Ia yang dulunya pernah bertahun-tahun bekerja di perusahaan pembibitan ternama, kini banyak diminta beberapa pihak peternak atau bahkan perusahaan untuk menyiasati kandang yang sering mengalami angin mati.
?Kalau tanahnya cuma itu, atau kandang sudah berdiri sementara peternak tidak punya pilihan, maka yang dilakukan adalah menyiasati,? ujar Bambang. Tiga alternatif dikemukakan Bambang dengan memperhatikan dana yang dimiliki peternak. Yang paling ideal tentu saja mengubah kandang menjadi closed house. Dengan sistem ini semua parameter ideal dapat dikontrol sesuai kebutuhan kenyamanan ayam, mulai dari temperatur, kelembaban, sampai kadar amonia. Tapi, sambung Bambang, investasi untuk itu tidak sedikit. Dan langkah ini kebanyakan hanya mampu ditempuh oleh pelaku dengan modal atau akses permodalan berlimpah. Faktanya, sebagian besar peternak bukanlah pengusaha besar yang mampu untuk putar haluan menganut closed house.
Alternatif kedua adalah memodifikasi kandang terbuka menjadi semi closed house. Maksudnya, urai Bambang, tanpa mengubah kandang yang ada tetapi peternak menerapkan prinsip-prinsip dalam closed house. ?Tidak sepenuhnya closed house, paling tidak mendekati prinsip kerjanya. Dengan begitu investasi yang kita butuhkan tidak sebesar membangun kandang closed house,? saran Bambang. Prinsipnya, menciptakan aliran angin atau sirkulasi udara yang terus menerus di dalam kandang.
Dengan siasat ini, dari pengalamannya membenahi banyak kandang milik koleganya, peternak dapat meningkatkan kepadatan populasi sampai dua kali lipat dari sebelumnya. ?Awalnya kandang kapasitas 9 ribu ekor, sekarang menjadi 16 ribu ekor. Dengan biaya jauh lebih kecil ketimbang membangun satu kandang lagi,? Bambang menyebut salah satu dari puluhan kandang hasil karyanya. Bahkan satu kandang DOC dirombaknya dari kapasitas 5 ribu ekor kini mampu memuat 22 ribu ekor.
Pilihan ketiga, adalah mempertimbangkan dana peternak yang betul-betul pas-pasan. Penggunaan fan (kipas angin) menjadi alternatif mengalirkan angin yang terjebak di tengah kandang. Aplikasinya membutuhkan pengaturan baik dari aspek jumlah, ukuran maupun letak.
Adopsi Prinsip Closed House
Kandang semi closed house sudah agak banyak diterapkan peternak di daerah. Kandang yang semula terbuka ditutup seluruhnya dengan terpal (layar), bagian atas kandang dibuat plafon. Tujuannya, mengadopsi konsep vakum udara pada sistem closed house yang dikenal dengan tunnel system. Setelah menutupi sekeliling kandang dengan menggunakan layar, kipas pun dipasang di kedua ujung kandang. Lagi-lagi ini mengadopsi prinsip closed house, yang dikenal dengan sistem inlet-outlet. Satu ujung kipas berfungsi mendorong angin masuk (inlet) dan ujung lain menarik angin dalam kandang dan mendorong keluar (outlet). Tapi sekali lagi untuk berhasilnya sistem ini, maka kandang harus ditutup layar. Demikian juga disyaratkan Tevi Melviana, PT. CJ Feed Indonesia saat dimintai komentarnya mengenai penggunaan kipas sebagai solusi kejadian angin mati. ?Kalau tidak menggunakan tunnel bagaimana udara ditarik dan didorong supaya mengalir?? ujarnya retorik.
Agar modifikasi kandang semi closed house dapat maksimal memberikan hawa sejuk dan nyaman dalam kandang, di ujung inlet perlu diciptakan pendinginan. Demikian Bambang memberi saran lagi. Tujuannya, udara yang dimasukkan ke dalam kandang adalah udara sejuk. Teknik ini juga mengadopsi sistem closed house yang mutlak memasang shell deck di ujung inlet-nya.
Bahannya dapat memanfaatkan yang ada di sekitar. ?Paling baik kalau tidak susah mendapatkannya, gunakan genteng dari tanah liat yang model lama. Jangan genteng pressed,? ujar Bambang. Genteng tradisional baik menyerap air. Atau dapat juga memenfaatkan keset yang terbuat dari sabut kelapa. Bahan tersebut ditata di ujung inlet, dengan terdapat saluran atau parit berisi air di bawahnya, dan bahan tadi terendam air. Sehingga air akan terserap oleh bahan. Kipas yang diletakkan di depan bahan tersebut saat dinyalakan akan menyedot udara di luar kandang, melewati shell deck dan kemudian mendorongnya ke dalam kandang. Alhasil, udara dingin mengalir ke dalam kandang.
Kandang semi closed house sudah agak banyak diterapkan peternak di daerah. Kandang yang semula terbuka ditutup seluruhnya dengan terpal (layar), bagian atas kandang dibuat plafon. Tujuannya, mengadopsi konsep vakum udara pada sistem closed house yang dikenal dengan tunnel system. Setelah menutupi sekeliling kandang dengan menggunakan layar, kipas pun dipasang di kedua ujung kandang. Lagi-lagi ini mengadopsi prinsip closed house, yang dikenal dengan sistem inlet-outlet. Satu ujung kipas berfungsi mendorong angin masuk (inlet) dan ujung lain menarik angin dalam kandang dan mendorong keluar (outlet). Tapi sekali lagi untuk berhasilnya sistem ini, maka kandang harus ditutup layar. Demikian juga disyaratkan Tevi Melviana, PT. CJ Feed Indonesia saat dimintai komentarnya mengenai penggunaan kipas sebagai solusi kejadian angin mati. ?Kalau tidak menggunakan tunnel bagaimana udara ditarik dan didorong supaya mengalir?? ujarnya retorik.
Agar modifikasi kandang semi closed house dapat maksimal memberikan hawa sejuk dan nyaman dalam kandang, di ujung inlet perlu diciptakan pendinginan. Demikian Bambang memberi saran lagi. Tujuannya, udara yang dimasukkan ke dalam kandang adalah udara sejuk. Teknik ini juga mengadopsi sistem closed house yang mutlak memasang shell deck di ujung inlet-nya.
Bahannya dapat memanfaatkan yang ada di sekitar. ?Paling baik kalau tidak susah mendapatkannya, gunakan genteng dari tanah liat yang model lama. Jangan genteng pressed,? ujar Bambang. Genteng tradisional baik menyerap air. Atau dapat juga memenfaatkan keset yang terbuat dari sabut kelapa. Bahan tersebut ditata di ujung inlet, dengan terdapat saluran atau parit berisi air di bawahnya, dan bahan tadi terendam air. Sehingga air akan terserap oleh bahan. Kipas yang diletakkan di depan bahan tersebut saat dinyalakan akan menyedot udara di luar kandang, melewati shell deck dan kemudian mendorongnya ke dalam kandang. Alhasil, udara dingin mengalir ke dalam kandang.
Selengkapnya baca di Majalah Trobos edisi April 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar